Mentariku, kali ini bulan malu-malu
Atau mungkin enggan menatapku.
Tapi apakah penting dengan keberadaan bulan?
Kurasa tidak,
Ada tiada bulan sekalipun tak akan mempengaruhi kegelapan malam,
Cukup kamu, mentariku.
Cukup sinarmu yang akan membuat kegelapanku semakin bercahaya,
Cahayaku, mari kita bertemu,
Dan tepati janji mataharimu…
Tak peduli ribuan bintang menggodaiku dengan kerlipnya,
Atau petir yang merayuku dengan kilatnya,
Sinarmu adalah tetap satu yang mampu membuat gelapku bercahaya,
Sayangku,
Jika kumbang merayu bunga-bunga dengan mencumbuinya setiap waktu,
Dan hujan menggelitik bumi dengan menyetubuhinya setiap musim,
Atau kakek tua yang menggandeng istrinya ketika berjalan: romantis.
Maka aku tak akan melakukan apa-apa untukmu,
Aku yang tak pernah bisa berkata di hadapanmu,
Yang hanya mampu memberi isyarat tanpa kuucap,
Apa kau tahu, betapa suaraku merdu?
Nyatanya aku hanya bisa bicara tanpa pernah berkata,
Tapi bisakah kau mendengar yang tak ku ucap?
Bukankah engkau separuh jiwaku,
Dan aku separuh jiwamu?
Bukankah jiwa hanya satu?
Semoga engkau senang dengan kebisuan, kasihku…
Sebab aku tak pernah bisa bicara di hadapanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar