Kita pernah, berbicara sepanjang
malam dan saling memuji. Mengatakan apa pun yang basa-basi, lalu saling
menertawakannya. Tertawa karena merasa bahwa percakapan kita sangat konyol.
Pujian-pujian bodoh yang kita sampaikan hanya untuk memperlambat waktu, agar
kita bisa tetap bersama lebih lama. Kita memang melewati waktu dengan bodoh,
tapi itu tetap menyenangkan. Sangat menyenangkan.
Kita pernah, saling mencari bahan pembicaraan hanya untuk menyenangkan hati kita karena bisa melihat salah satunya tertawa. Jika aku bisa membuatmu tertawa, aku sering tidak bisa menjelaskan sendiri betapa senangnya aku. Dan jika kamu bisa membuatku tertawa, aku melihat binar matamu selalu berbeda. Ada senang yang tak terjelaskan di sana.
Kita pernah, merasa bahwa mereka-mereka, yang berada di tempat yang sama dengan kita ketika kita sedang menikmati waktu berdua, adalah alien. Ini bumi kita, mereka menginvasinya dan mengganggu kebersamaan kita. Seharusnya kita serang mereka dengan senjata kimia. Kemudian kita menertawakan kebodohan pikiran kita itu. Sebenarnya yang alien kita atau mereka? That was fun.
Kita pernah, saling marah, lalu berusaha bertahan dengan ego kita untuk tidak saling menyapa. Sampai akhirnya kita berdua sama-sama menyerah. Salah satu dari kita pasti segera menyapa. Ternyata rindu kita bisa mengalahkan segalanya. Dan kita pun saling menggoda bahwa yang menyapa pertama kali berarti rindunya lebih besar, lalu (lagi-lagi) tertawa.
Kita pernah, saling melukai dengan kata-kata yang pedas, tapi kemudian menyesali itu semua dan berpelukan penuh senyuman. Sakit yang dirasakan oleh salah satu dari kita, dirasakan juga oleh yang lainnya.
Kita jatuh cinta. Dan kita benar-benar menyadarinya.
Sayangnya, semua kalimat itu memiliki kata 'pernah' di sana, dimana aku sangat berharap itu adalah kata 'selalu'.
Hari ini aku mengingat sesuatu, memahami sesuatu.
Kita bisa saja menjadi dua orang paling berbahagia di dunia (perhatikan kata 'paling' di sana dan itu tidak main-main), tapi kemudian Tuhan memilih kita membagi kebahagian dengan orang lain. Aku bersama seseorangku nanti, kamu bersama seseorangmu nanti. Dan kita akan baik-baik saja. Tetap berbahagia. Meski mungkin tidak lagi 'paling berbahagia' di dunia. Tapi itu sudah cukup. Karena dua orang yang bersama-sama kita, sangat bisa membahagiakan kita, nanti. Itu cukup. Lebih dari cukup. Meski harus ada kata 'kita' dan kata 'pernah', menjadi satu dalam suatu kalimat tadi, dan kalimat ini ...
Kita pernah, saling mencari bahan pembicaraan hanya untuk menyenangkan hati kita karena bisa melihat salah satunya tertawa. Jika aku bisa membuatmu tertawa, aku sering tidak bisa menjelaskan sendiri betapa senangnya aku. Dan jika kamu bisa membuatku tertawa, aku melihat binar matamu selalu berbeda. Ada senang yang tak terjelaskan di sana.
Kita pernah, merasa bahwa mereka-mereka, yang berada di tempat yang sama dengan kita ketika kita sedang menikmati waktu berdua, adalah alien. Ini bumi kita, mereka menginvasinya dan mengganggu kebersamaan kita. Seharusnya kita serang mereka dengan senjata kimia. Kemudian kita menertawakan kebodohan pikiran kita itu. Sebenarnya yang alien kita atau mereka? That was fun.
Kita pernah, saling marah, lalu berusaha bertahan dengan ego kita untuk tidak saling menyapa. Sampai akhirnya kita berdua sama-sama menyerah. Salah satu dari kita pasti segera menyapa. Ternyata rindu kita bisa mengalahkan segalanya. Dan kita pun saling menggoda bahwa yang menyapa pertama kali berarti rindunya lebih besar, lalu (lagi-lagi) tertawa.
Kita pernah, saling melukai dengan kata-kata yang pedas, tapi kemudian menyesali itu semua dan berpelukan penuh senyuman. Sakit yang dirasakan oleh salah satu dari kita, dirasakan juga oleh yang lainnya.
Kita jatuh cinta. Dan kita benar-benar menyadarinya.
Sayangnya, semua kalimat itu memiliki kata 'pernah' di sana, dimana aku sangat berharap itu adalah kata 'selalu'.
Hari ini aku mengingat sesuatu, memahami sesuatu.
Kita bisa saja menjadi dua orang paling berbahagia di dunia (perhatikan kata 'paling' di sana dan itu tidak main-main), tapi kemudian Tuhan memilih kita membagi kebahagian dengan orang lain. Aku bersama seseorangku nanti, kamu bersama seseorangmu nanti. Dan kita akan baik-baik saja. Tetap berbahagia. Meski mungkin tidak lagi 'paling berbahagia' di dunia. Tapi itu sudah cukup. Karena dua orang yang bersama-sama kita, sangat bisa membahagiakan kita, nanti. Itu cukup. Lebih dari cukup. Meski harus ada kata 'kita' dan kata 'pernah', menjadi satu dalam suatu kalimat tadi, dan kalimat ini ...
Kita pernah berbahagia berdua. Pernah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar